Senin, 22 Mei 2017

Senyuman Terindah dari Ayah



Suprapto.id. Pagi ini suasana di rumah besar berhalaman luas itu sangatlah ramai. Pemilik rumah tersebut rupanya telah meninggal dunia sehari sebelumnya sekitar jam 9 malam. Berita meninggalnya Pak Arpus segera tersiar luas. Maklumlah, semasa hidupnya Pak Arpus selain dikenal sebagai pengusaha sukses, dia juga sangat dekat dengan tetangganya, dikenal sangat suka menolong orang miskin dan anak yatim, disamping itu dia juga dikenal masyarakat luas sebagai penulis buku-buku manajemen dan wirausaha yang selalu meraih predikat best seller. Berita yang tersiar almarhum meninggal dunia pada usia 63 tahun, karena sakit hanya beberapa hari. Samasekali tidak ada yang menyangka almarhum meninggal dunia tadi malam. Orang orang yang takziah  berdatangan dari seantero daerah untuk sebisa mungkin ikut ikut langsung mendoakan arwah simayit.

Halaman rumah itu sangat ramai. Selain tamu-tamu dari perbagai daerah, nampak pula berdatangan serombongan anak-anak dari yayasan yatim dan duafa. Mereka datang kerena sangat mengenal sosok almarhum yang kerap datang ke asrama yatim mereka. Almarhum merupakan salah satu donatur tetap yayasan yatim dan duafa tersebut. Di sepanjang kanan kiri jalan masuk mulai jalan besar dengan cepat telah berjejer karangan bunga papan ucapan duku cita dari para kole yang mengenal almarhim selama hidupnya. Sekilas jumlahnya sampai puluhan.
Sanak keluarga mulai dari Istri, anak-anak, cucu serta saudara almarhum berkeliling disekitar peti jenasah membaca doa. Beberapa tamu yang datang tampak melakukan sholat jenasah. Ada juga yang menyalami istri dan anak almarhum sebagai ungkapan ikut berbela sungkawa.
Almarhum meninggalkan seorang istri dan tiga orang anak terdiri dari seorang anak perempuan dan dua anak laki-laki.. Anak yang paling besar perempuan bernama Alfa, tampak tidak kuasa menahan rasa sedih, terus mendampingi ibundanya yang tampak syok menghadapi musibah kematian suaminya. Maklumlah, perjalananan bahtera rumah tangganya dengan suaminya telah mereka jalani lebih dari 30 tahun. Selama itu mereka menjalani suka dan duka bersama. Sesekali Alfa memeluk ibundanya sambil terus menghiburnya.
Anak nomor dua laki-laki bernama Ikhlas, tampak berusaha tetap tenang dan berusaha menutup kesedihan hatinya karena ditinggal ayahandanya yang sangat ia sayangi. Bisa dikatakan dari ketiga anaknya, almarhum paling menyayanginya. Dari kecil ia merasakan kasih sayang dan didikan dari almarhum ayahnya. Dia baru saja datang dari Jakarta. Ikhlas saat ini bertugas di Mabes TNI Jakarta  dengan pangkat perwira menengah. Begitu mendengar kabar meninggalnya ayahandanya, dia langsung  meminta izin kepada atasannya untuk pulang ke Jogja. Tampak dia masih mengenakan pakaian dinas lengkap warna hijau tua, khas TNI AD. Terlihat dipundaknya tanda pangkat melati tiga buah.
Anak nomor tiga laki-laki bernama Akhil. Sebagai anak terakhir dia masih menyelesaikan kuliah S3 nya di Jerman.  Sebagai dosen jurusan kehutanan di UGM, Akhil sedang serius menyelesaiakan desertasinya mengenai konservasi hutan di Indonesia. Bidang kehutanan merupakan favoritnya sejak kecil. Hal ini dikarenakan ayahandanya telah mengenalkan pentingnya pelestarian lingkungan hidup. Semasa hidup dari kecil ayahnya sering mengajak anak-anaknya menikmati alam bebas, bahkan bebrapa kali mereka bersama melakukan pendakian sampai ke puncak gunung. Bebrapa gunung yang telah didaki adalah merapi, merbabu, slamet, rinjani, dan terakhir adalah gunung semeru. Beberapa diantaranya didahului kegiatan menanam bibit pohon.
Ya, almarhum ayahandanya seorang yang sangat  menggemari jenis olahraga ini berat. Bahkan rencananya setelah lulus S3 ini, mereka semua akan melakukan pendakian ke puncak gunung Jaya Wijaya. Namun rupanya Tuhan berkehendak lain. Dia memanggil almarhum menghadap sebelum rencana ini terwujud.
Ditengah tamu-tamu yang berdatangan, tampak seseorang yang cukup asing bagi keluarga. Berpakaian  rapi. Berbaju putih, dengan dasi warna abu-abu, ditutup jas dan celana hitam. Orang ini terlihat berusaha mendekat ke istri almarhum dan dengan sangat sopan memperkenalkan diri. “Assalamu’alaikum ibu. Perkenalkan nama saya Faturohman, notaries di Jogja. Saya selama ini bekerja sama dengan almarhum Pak Arpus. Sebelumnya saya menyampaikan belasungkawa yang sedalam-dalamnya bu..” “Baik terimakasih mas..” jawab bu Arpus. “ Ada apa ya gerangan?” Apakah ada masalah dengan almarhum suami saya? Atau apakah suami saya memiliki hutang kepada Anda” Tanya bu Arpus kemudian. “Oh, tidak ada masalah apapun kok bu..,kedatangan saya kesini selain takziah, juga akan menyampaikan amanah, almarhum pernah menitipkan surat wasiat kepada saya, sekitar 20 tahun yang lalu. “ Wasiat bapak waktu itu, almarhum meyampaikan pesan agar surat ini disampaikan kepada istrinya sebelum dikuburkan jika beliau wafat nantinya.” Jawab notaries itu.
Saya telah membawa suratnya, ini bu silahkan, masih dalam kondisi tersegel.” Jelas notaris itu lagi.
Dengan tangan agak gemetar bu Arpus menerima amplop besar tertutup segel warna coklat. Walapun sudah berusia 20 tahun, namun amplop itu masih kelihatan bagus karena tersimpan dengan baik. Tidak tampak sama sekali kesan lusuh setelah 20 tahun.
Berlahan-lahan dibukanya segel penutup amplop, tampak  secarik kertas ukuran folio dengan tulisan dan tandatangan rapi. Dia sangat mengenal tulisan itu. Ini benar-benar tulisan dan tandatangan suaminya. Walaupun diusia kepala lima, bu Arpus masih bisa membaca tulisan dengan jelas tanpa kacamata. Sambil duduk dan menahan kesedihan, dibacanya berlahan surat wasiat almarhum suaminya itu. 

“Bismilahirrohmanirrohim..
Assalamu’alaikum warohmatullahi wa barokatuh…
Istriku tersayang, Sulistyaningsih…
Ketika engkau membaca surat ini, tentu kita telah berpisah, berpisah dialam dunia. Aku telah dipanggil menghadap keharibaan ilahi robbi. Apakah engkau telah bertemu Pak Faturohman? Dia notaries yang selama ini bekerjasama denganku. Dia hampir seumuran denganku.
Pertama yang aku ingin sampaikan, bahwa aku sangat mencintaimu dan menyayangimu, selama hidupku. Diakhir hidupku kemarin, aku tidak sempat menyampaikan rasa sayangku ini, maka semoga adanya surat ini dapat mewakili.
Kedua, aku memohon maaf yang sedalam-dalamnya atas segala kesalahanku kepadamu. Kesalahan yang disengaja, ataupun tidak disengaja. Walaupun aku telah berusaha menjadi suami dan bapak yang sebaik-baiknya  untuk dirimu dan anak-anak kita, namun ketidaksempurnaanku membuatku tidak mampu memenuhi segala apa yang engkau harapkan dariku.
Diluar semua itu, aku ingin berbagi cerita kepadamu, tentang perjalanan rumah tangga kita dan tentang apa saja yang belum pernah aku bicarakan kepadamu.
Engkau tau khan, bahwa aku sangat memperhatikan pendidikan anak-anak? Yang yang paling aku pentingkan dari semua ilmu adalah ilmu agama. Aku ucapkan terimakasih kepadamu bahwa engkau telah sangat membantu mendisiplinkan anak-anak, dalam belajar, disiplin dalam sholat dan lain-lain. Walaupun kadang engkau kebablasan bertindak kasar kepada anak-anak, namun aku menahan diri untuk tidak menasehatimu. Aku khawatir engkau tersinggung. Jadi aku hanya tersenyum. Apakah engkau sudah mengetahui nasehat ustad Wijayanto? Anak lahir bukan karena keinginan kita, namun adalah karena takdir Alloh. Kita harus menjaga, merawat dan mendidik dengan baik..Nah..Sekarang Engkau tau khan?
Engkau juga mengetahui bahwa aku sangat menyukai kebersihan. Dulu waktu anak-anak masih kecil, kadang aku sangat gemas melihat tumpukan baju kotor dibelakang sampai menggunung. Disamping itu ada tumpukan sampah dan barang yang tidak dipakai. Padahal engkau tau aku paling tidak suka ada barang mubazir dirumah kecil kita. Tumpukan baju kotor dan barang tak berguna membuat rumah kecil kita jadi keliatan semakin empit dan sumpek. Sayangnya engkau tidak pernah mengizinkanku membantu mencuci baju atau membersihkan barang-barang itu. Engkau akan marah kalau aku ikut campur urusan belakang itu. Mau tidak mau aku harus melihat kotoran ini setiap hari. Dalam hati aku merasa sangat terganggu, tapi aku hanya diam saja dan tetap tersenyum…sekarang engkau tau khan??
Eangkau tau persis bahwa penghasilanku waktu itu sebagai pegawai pas-pasnya..memulai karir sebagai seorang Satpam diperusahaan memang merupakan jalan yang cukup menanjak dan berliku. Aku ingin sampaikan bahwa dengan uang belanja kecil, seharusnya engka lebih pandai berhemat dalam mengatur keuangan keluarga. Tidak membeli barang yang tidak perlu. Engkau bahkan lebih suka membeli makanan daripada masak sendiri. Padahal kita tinggal didesa, pasar tidak jauh dari rumah. Aku jadi terpaksa berhutang sana-sini untuk mencukupi segala kebutuhan keluarga. Pengeluaran sangat boros, utang menumpuk. Dan akhirnya aku yang engkau salahkan….
Akhirnya aku memutuskan harus mencari tambahan penghasilan. Masih ingatkah ketika aku mencoba berjualan obat herbal. Berkeliling ke apotek di jogja menitipkan barang dagangan. Dihari libur aku korbankan waktu bersama keluarga agar aku bisa menagih ke apotek-apotek. Aku juga mencoba menjualnya lewat took online. Walaupun sudah berusaha keras, namun saat itu aku gagal. Dan engkau kembali menyalahkanku…
Ketika aku berusaha bangkit lagi untuk memulai usaha sampingan, dengan nada pesimis engkau menyatakan bahwa usaha ini tidak akan berhasil. Itulah dirimu, disaat suami membutuhkan dukungan moral, engkau justru bagaikan gelondongan batu gunung yang menimpa kepalaku..tapi istriku, aku sudah tidak kaget dengan sikapmu itu..pengalaman yang sudah-sudah engkau memang seperti itu..dan aku tidak ingin mengungkit lagi…
Satu hal istriku… yang sebenarnya aku sangat sayangkan adalah sikapmu yang kurang menghormati dan menghargai ibuku..Walaupun saat itu engkau juga telah menjadi seorang ibu, engkau belum bisa banyak belajar…tapi aku yakin sekarang engkau telah berubah.
Istriku..
Aku banyak menyembunyikan perasaanku padamu, bukannya karena tidak ingin berkomunikasi. Tapi karena sebagai suami aku sangat mengenal dirimu. Karena pengalaman mengajarkan, sehingga aku sangat sadar bahwa pembicaraan denganmu hanya akan berakhir dengan pertengkaran sia-sia belaka. Lebih baik aku diam dan terus melakukan pekerjaan yang terbaik sebagai contoh bagimu dan anak-anak-kita. Aku berusaha tidak pernah mengeluhkan ini, karena aku sadar, engkau adalah istriku yang ditakdirkan, dipilih oleh Allah SWT sebagai pendamping hidupku didunia. Sekarang engkau tau…
Aku juga berusaha menahan diri ketika engkau terlalu kasar kepada anak-anak, karena engkau adalah ibu yang mengandung, melahirkan dan menyusui mereka. Aku hanya bisa berdoa kepada Allah SWT yang pemilik semua qolbu, berdoa semoga Allah SWT melembutkan hati dan perangaimu. Karena aku  sangat sadar, dihadapan Allah SWT, engkau lebih dihargai oleh anak-anak dibandingkan aku. Dan sebagai bapak, aku tidak pernah merasa iri..
Sampai disini bu Arpus berhenti sejenak…setelah mengambil nafas panjang, dia kembali melanjutkan membaca surat itu.
Istriku..
Alhamdulillah, karena ridho Allah SWT, engkau kini menyaksikan bahwa usaha kerajinan dan peralatan oleh raga yang aku rintis berkembang dengan baik. Usaha yang pernah engkau sangsikan hasilnya kini berkembang sangat pesat. Kini kita memiliki beberapa pabrik untuk produksi dan belasan toko yang tersebar di Indonesia. Kita juga telah membuka cabang di luar negeri. Kita mempekerjakan ribuan karyawan,  yang mendukung usaha ini. Aku harap engkau terus menjaga mereka dan memperhatikan kesejahteraan mereka. Perhatikan juga kesejahteraan keluarga mereka. Dengan surat ini juga kuwariskan usaha ini kepadamu dan kepada anak-anak kita.
Disamping itu engkau dan anak-anak jangan lupakan saudara-saudara kita orang miskin, yatim piatu dan duafa. Aku berpesan lanjutkanlah langkah untuk terus menyantuni mereka. Jadilah pihak pertama yang membela kehidupan mereka.
Engkau kini juga menyaksikan bahwa kita cukup berhasil mendidik anak-anak kita. Mereka telah tumbuh menjadi anak yang soleh dan solehah.
Anak kita perempuan si Alfa, saat surat ini aku tulis masih kelas tiga SD. Dia bercita cita menajdi dokter. Smoga cita-citanya tercapai. Aku sangat mendukung, walaupun aku lebih suka Alfa meneruskan usaha kita. Aku melihat bakat berdagang dari si Alfa sejak kecil.
Anak kedua kita Ikhlas, dari kecil sudah Nampak jiwa ketegasannya. Aku perkirakan si Ikhlas akan masuk tentara, atau polisi.  Dari kecil dia selalu terobsesi untuk untuk menjadi superhero, seperti tokoh khayalan Ultraman.
Anak ketiga kita si Akhil. Kita tau bahwa dari kecil dia sangat pintar. Usia 2.5 tahun sudah pandai berhitung, sudah bisa menghafal surat Fatihah, surat Annas dan sholat. Harapanku dia akan berprestasi di sekolahnya kelak. Menjadi guru atau dosen. Aku membayangkan misalnya si Akhil dapat meneruskan sekolahnya sampai S3, jika dizinkan Allah, aku ingin merayakan kelulusannya dengan acara penanaman bibit pohon dan pendakian di gunung Jaya Wijaya.
Istriku sayang..
Kini kita telah berpisah. Aku titipkan anak-anak kepadamu. Walaupun mungkin saat ini mereka sudah dewasa semua, tetaplah menjadi ibu bagi mereka. Jadilah ibu yang bijak ketika mereka membutuhkan nasehat dan dorongan. Jadilah ibu yang sabar ketika anak-anak menyampaikan masalah dan keluhan. Jadilah kekuatan, ketika mereka terpuruk dan jatuh, bantulah anak-anak untuk bangkit.
Istriku sayang,
Kini aku hanya bisa memohon kembali, maafkanlah segala kesalahanku. Kini aku hanya bisa memohon kepadamu dan anak-anak, doakanlah arwahku, semoga Allah SWT menerima tobatku. Amin.
Wassalamualaikum wr wb..
Solo, 30 September 2015
Suamimu,

Selesai membaca surat itu, isak tangis kembali pecah di ruangan itu. Ibu dan anak-anak itu seakan ingin kembali memeluk jasad ayahanda mereka yang telah terbujur kaku terbungkus kain putih. Seakan ingin melihat untuk yang terakhir kalinya, keluarga itu perlahan membuka kain pocong penutup wajah Almarhum. Dibawah cerahnya sinar matahari yang memantul ke penjuru ruangan,ditiup hembusan segar angin di pagi hari, dan diantara suara lantunan ayat-ayat suci Al-Quran, keluarga itu melihat wajah jenasah almarhum ayahanda mereka, wajah yang sangat bersih, sangat –sangat tenang …dengan bibir tersungging senyuman..   
                                                                                      Solo 30 sept 2015